Tarian rakyat Korea
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tarian rakyat mengungkapkan emosi rakyat dan kehidupan yang apa adanya.[4] Rakyat dapat menarikannya secara bebas dan sedikit batasan dengan latar belakang musik yang bertempo cepat.[4] Tari ini kental pula dengan unsur Shamanisme dan Buddhisme.[4] Setiap daerah pun mempertahankan ciri khasnya masing-masing.[5]
Daftar isi
Sejarah
Pada periode Dinasti Joseon, kelompok penghibur profesional dibentuk dan tarian yang mereka pentaskan membutuhkan keterampilan dan keahlian tinggi.[3] Sebagian besar penari profesional ini adalah anggota naryeodogam, lembaga pemerintah yang tampil di narye (ritual menolak bala), upacara di istana, dan hiburan untuk utusan asing.[3] Namun naryeodogam dihapuskan pada masa pemerintahan Raja Injo, jadi para penari ini memencar ke seluruh negeri. Mereka akhirnya dikenal sebagai jaein ("penghibur") dan sadangpae (kelompok penghibur yang mengembara) yang berkeliling negeri untuk menampilkan talchum, yang akhirnya ikut mengembangkan tari topeng di berbagai daerah. Mereka juga mengembangkan berbagai jenis tarian yang dinikmati oleh rakyat jelata.[3]
Pada tahun 1910, Aakbu atau "Kantor Musik Istana" dibubarkan, sehingga para pegawai istana seperti pelayan pesta dan anak laki-laki penari yang bekerja di istana mulai keluar.[3] Sistem perekrutan gisaeng milik pemerintah juga dibubarkan. Kelompok penghibur seperti penari laki-laki dan gisaeng mulai menghibur di teater gaya barat yang dibangun untuk pertama kalinya di Korea.[3] Mereka menarikan tarian tradisional dan tari topeng. Para gisaeng mulai melatih peminat dan mengajarkan berbagai kesenian tradisional.[3] Para penghibur ini berupaya mengubah tarian rakyat yang kasar dan sederhana menjadi bentuk pertunjukkan yang menarik dan indah untuk ditampilkan. Mereka juga berjasa dalam menggabungkan unsur-unsur estetika bangsawan dengan seni rakyat jelata yang sederhana.[3]
Kategori
Tari yang bersifat artistik bermula dari tarian yang dipentaskan untuk upacara keagamaan dan permainan tradisional.[3] Namun, seiring berjalannya waktu, kesenian tersebut kehilangan makna, namun gerakannya terus disempurnakan lewat keterlibatan para penghibur yang mementaskannya.[3] Tari ini khusus ditampilkan untuk tujuan profesional dan komersil yang mana telah mengalami pemolesan dan pengkonstruksian kembali.[3] Contohnya adalah Seungmu ("tari biksu"), Salpuri ("tari penyucian jiwa"), Geommu ("tari pedang"), nongak dan talchum.[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar